Berdebat Termasuk Amalan Yang Merendahkan Ilmu


Al-Imam asy-Syafi'iy rahimahullah berkata:

من إذلال العلم، أن تناظر كل من ناظرك وتقاول كل من قاولك.

"Termasuk sikap merendahkan ilmu adalah dengan engkau mendebat semua orang yang mendebatmu dan melayani bantahan semua orang yang membantahmu."

Manaqib asy-Syafi'iy, karya al-Baihaqy, jilid 2 hlm. 151



Perdebatan dalam agama ada dua macam :

1. Yang dibolehkan, bahkan disyariatkan.
Hal ini apabila debat tersebut dilakukan dengan niat untuk mencari kebenaran, dan tentang hal-hal yang bisa diketahui kebenarannya melalui perdebatan.
Jadi, perdebatan tersebut bukan tentang hal-hal gaib yang seseorang tidak mengetahuinya selain dengan menerima berita dari wahyu, bukan pula tentang hal-hal yang tidak perlu diperdebatkan.
Selain itu, perdebatan tersebut harus dilakukan dengan adab yang baik.

2. Yang dilarang.
Debat yang dilarang ialah yang tidak memenuhi syarat-syarat di atas. Contohnya, berdebat hanya untuk mempertahankan pendapat, mencari kemenangan, membuat keraguan, atau dalam urusan gaib yang tidak bisa diketahui kebenarannya melalui perdebatan.

Salah satu langkah yang ditempuh oleh para pengusung kesesatan guna memperkenalkan dan melariskan kesesatannya adalah melakukan perdebatan jenis yang kedua.
Mereka tidak segan mendatangi ahlul haq untuk mendebatnya dengan cara yang sangat licin dan licik. Mereka melakukannya untuk menebar bara kerusakan di tengah kaum muslimin dan memancing orang yang lemah hatinya terseret pada kesesatan mereka.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ أَبْغَضَ الرِّجَالِ إِلَى اللهِ الْأَلَدُّ الْخَصِمُ

“Orang yang paling sangat dibenci oleh Allah subhanahu wa ta’ala adalah seseorang yang sangat keras membantah (berdebat).” (HR. al-Bukhari no. 2277 dan Muslim no. 4821 dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha)

مَا ضَلَّ قَوْمٌ بَعْدَ هُدًى كَانُوا عَلَيْهِ إِلَّا أُوتُوا الْجَدَلَ ثُمَّ تَلَا هَذِهِ الْآيَةَ: بَلْ هُمْ قَوْمٌ خَصِمُونَ.

“Tidaklah satu kaum itu tersesat setelah mereka mendapatkan hidayah kecuali mereka diberikan ilmu debat. Kemudian beliau membacakan ayat, ‘Namun mereka adalah kaum yang suka mendebat’.” (HR. Ibnu Majah no. 47 dari Abu Umamah radhiallahu ‘anhu)

Abu Bakr Muhammad bin Husain al-Ajurri rahimahullah menjelaskan, “Saat ahli ilmu dari kalangan tabi’in dan para imam muslimin setelahnya mendengar (nash yang menjelaskan tentang haramnya berdebat), mereka tidak melakukan hal itu dalam agama. Bahkan, mereka tidak mau berdialog dalam hal agama. Mereka memperingatkan kaum muslimin dari berdebat dan berdialog, serta memerintahkan mereka agar berpegang dengan sunnah dan apa yang telah ditempuh oleh para sahabat g. Inilah langkah ahlul haq, yaitu orang yang telah mendapatkan taufik Allah subhanahu wa ta’ala.” (asy-Syari’ah, hlm. 61)

Muslim bin Yasar rahimahullah berkata, “Hati-hati kalian dari berdebat. Sebab, hal itu adalah waktu kejahilan seorang alim, dan dengan cara ini setan mencari ketergelincirannya.”

Abu Qilabah rahimahullah berkata, “Jangan kalian duduk bersama ahlul ahwa’ (pengekor hawa nafsu) dan jangan berdialog bersama mereka. Sebab, saya tidak merasa aman mereka mencampakkan kalian dalam kesesatan atau mengaburkan kepada kalian urusan agama kalian yang telah menimpa mereka.”

Mu’awaiyah bin Qurrah rahimahullah berkata, “Berdebat dalam urusan agama akan membatalkan amalan-amalan.”

Sallam bin Abi Muthi’ rahimahullah bercerita, “Seorang pengikut hawa nafsu berkata kepada Ayyub as-Sikhtiyani, ‘Wahai Abu Bakr (kuniah Ayyub), saya mau bertanya kepadamu tentang satu kalimat.’ Ayyub berpaling dan hanya mengisyaratkan dengan tangannya, (tidak berbicara sedikit pun) walaupun setengah kalimat.”

Yahya bin Sa’id berkata, “Umar bin Abdul ‘Aziz berucap, ‘Barang siapa menjadikan agamanya sebagai ajang perdebatan, dia akan sering berpindah (keyakinan)’.”

Hisyam bin Hassan berkata, “Seseorang mendatangi al-Hasan lalu berkata, ‘Wahai Abu Sa’id, kemarilah, saya mau mendebatmu dalam urusan agama.’ Al-Hasan berkata, ‘Adapun saya telah berilmu tentang agamaku. Jika kamu tersesat, carilah agamamu’.”

Isma’il bin Kharijah bercerita, “Dua orang dari kalangan pengikut hawa nafsu menemui Muhammad bin Sirin, lalu berkata, ‘Wahai Abu Bakr, kami akan menyampaikan kepadamu satu hadits.’ Beliau menjawab, ‘Tidak.’ ‘Kalau begitu kami bacakan kepada Anda satu ayat dari kitabullah?’ Beliau tetap menjawab, ‘Tidak. Menyingkirlah kalian dariku atau aku yang akan pergi’.”

Sufyan bin ‘Amr bin Qais berkata, “Saya berkata kepada al-Hakam, ‘Dengan apa seseorang itu cepat terjatuh dalam kubangan hawa nafsu?’ Beliau menjawab, ‘Berdebat’.” (Lihat asy-Syari’ah karya al-Imam Ajurri bab “Dzammul Jidal Wal Khushumat Fiddin”)

Saudaraku, apabila kita nukilkan ucapan salafus shalih tentang peringatan keras mereka dari berdebat dalam urusan agama, niscaya tidak akan cukup ruangan ini,

مَا لَا يُدْرَكُ كُلُّهُ لاَ يُتْرَكُ جُلُّهُ

“Apa yang tidak bisa diraih semuanya, tidak ditinggal mayoritasnya.”

Alhamdulillah, ahlul haq sepanjang masa tidak berhenti memperingatkan umat tentang bahaya sebuah kesesatan dan para pengusungnya. Mereka adalah bala tentara yang dipersiapkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala untuk menjaga dan melindungi agama-Nya. Mereka tetap menyuarakan kebenaran di mana pun mereka berada, dan mengingkari kebatilan bagaimanapun risikonya.

Mereka tidak gentar dan takut terhadap caci makian orang. Tidak pula mereka mundur karena banyaknya orang yang memusuhi dan menyelisihi mereka.

لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي ظَاهِرِينَ عَلَى الْحَقِّ لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللهِ وَهُمْ كَذَلِكَ.

“Akan terus ada sekelompok kecil dari umatku memperjuangkan alhaq, yang tidak akan membahayakan mereka siapa pun yang menghinakan dan menyelisihi mereka sampai datang keputusan Allah subhanahu wa ta’ala dan mereka tetap berada di atas kondisi itu.”

Semoga Allah subhanahu wa ta’ala menjadikan kita termasuk barisan pembela agama-Nya yang diliputi oleh berkah dan membangkitkan kita dalam barisan mereka yang mendapatkan jaminan ridha Allah subhanahu wa ta’ala dan surganya. Amin.

Sumber =
1. ForumSalafy
2. 

Komentar