Adab Adab Menuntut Ilmu
- Mengikhlaskan niat karena Allah ta’âlâ.
- Berdoa kepada Allah ta’âlâ supaya mendapatkan taufiq
dalam menuntut ilmu.
- Bersemangat (antusias) untuk melakukan perjalanan
dalam tholabul ilmi.
- Berusaha semaksimal mungkin untuk menghadiri
kajian-kajian ilmu.
- Apabila ada seseorang yang datang belakangan di tempat
kajian hendaknya tidak mengucapkan salam apabila dapat memotong pelajaran yang
berjalan, kecuali kalau tidak mengganggu maka mengucapkan salam itu sunnah.
(Pendapat Syaikh
al-Utsaimin dalam Fatawa Islamiyyah:, jilid 1,
hlm. 170)
- Tidak mengamalkan ilmu merupakan salah satu sebab
hilangnya barakah ilmu. Allah ta’âlâ mencela orang-orang yang tidak mengamalkan
ilmunya dalam firman-Nya:
"Wahai orang-orang yang beriman, kenapa kamu
mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?. Amat besar kebencian di sisi
Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan”. (QS. ash-Shaf:
2-3)
- Salah satu adab
tholabul ilmi adalah Konsentrasi Ketika Menuntul Ilmu. Seseorang hendaknya segera
memanfaatkan masa muda dan waktu luang nya untuk mendapatkan ilmu. Janganlah
terperdaya dengan at-taswif (menunda-nunda) dan angan-angan karena setiap waktu
luangnya berlalu tanpa ada pengganti.
Hendaknya dia semampunya memutus segala hal yang menyibukkan dan menghalangi dari kesempurnaan tholabul ilmi, mengerahkan segenap kemampuan dan kekuatan semangat mencari ilmu. Oleh karena itu sebagian salaf lebih senang mengasingkan diri dari keluarga dan berada jauh dari negerinya, karena pikiran yang penuh akan mengurasi kemampuannya memahami hakikat ilmu dan hal-hal detail yang rumit.
Firmah Allah dalam Al-Qur'an :
"Alla tidaklah menjadikan dua hati bagi seorang di dalam rongga tubuhnya." [Al-Ahzab : 3]
Demikian pula dikatakan :
"Ilmu itu tidak akan memberimu bagian darinya, sampai engkau memberikan seluruh dirimu."
Al-khotib al-Baghdadi dalam al-Jami, menukilkan ucapan sebagian ulama "Tidak akan mendapatkan ilmu ini melainkan orang yang meliburkan tokonya, terbenggalai kebunnya, dan meninggalkan teman-temannya, sampai-sampai ketika salah seorang kerabatnya meninggal dia tidak bisa ikut menyaksikan jenazahnya."
Meskipun nukilan tersebut mengandung ungkapan yang berlebihan, namun maksudnya adalah seorang harus mengumpulkan hati dan mengkosentrasikan pikirannya dalam menuntut ilmu agama. (Tadzkiratus Sami' wal Mutakallim, hlm 70-71)
Komentar
Posting Komentar