Hukum Menjamu Tamu
– pendapat Imam Ahmad dan Al-Laits menjamu tamu adalah wajib sehari semalam, dikarenakan hadits Abu Syuraih secara marfu’, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:” [ barangsiapa yg beriman kepada Allaah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya, memuliakannya sehari semalam, dan menjamu tamu adalah tiga hari, adapun setelah itu, maka itu adalah shadaqah ] diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari no ( 6019 ), dan Muslim no ( 14 ) di dalam Kitab Al-Luqathah.
Dan di dalam Musnad Imam Ahmad ( 4/130 ), dan Sunan Abi Daud ( 3750 ), dari hadits Al-Miqdaam bin Ma’dii Karib radhiyallaahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Malam bertamu adalah suatu kewajiban (untuk memuliakannya), maka barangsiapa diwaktu pagi ia (tamu) berada di halaman rumahnya, maka itu adalah hutang; jika mau ia boleh menjamu dan jika tidak maka ia boleh membiarkannya.” dan Isnadnya shahiih. dan sesuatu yg lebih dari sehari semalam sampai 3 hari itu sangatlah disukai, dan sesuatu yg lebih dari itu maka itu adalah shadaqah.
Dan dari Ahmad terdapat riwayat lain tentang wajibnya menjamu tamu bagi orang desa bukan orang kota.
Adapun Jumhuur mereka berpendapat tentang istihbaabnya (Sunnah) menjamu tamu, dan mereka memberikan alasan bahwasanya ini adalah hartanya seorang muslim maka tidaklah halal baginya kecuali dengan kelapangan jiwa darinya, dan mereka membawa hadits-hadits yg telah lewat, bahwasanya hadits-hadits tersebut dibawa kepada istihbaab (Sunnah), dan juga kepada kemuliayan akhlaq. dan ini adalah pendapatnya Maalik, Asy-Syaafi’i dan Abu Haniifah.
Dan pendapatnya Jumhuur adalah pendapat yg lemah, dan yg benar adalah pendapatnya Ahmad dan Al-Laits, dan bagaimanakah dia dikatakan istihbaab (Sunnah) setelah sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:” barangsiapa yg beriman kepada Allaah dan kepada hari akhir maka muliakanlah tamunya, dan sabdanya shallallaahu ‘alaihi wa sallam:” suatu kewajiban (untuk memuliakannya), dan sabdanya shallallaahu ‘alaihi wa sallam:” maka itu adalah hutang baginya. lihatlah : Al-Mughni (13/353), Al-Majmu’(9/57).
Faedah:
Dikatakan kepada Ahmad rahimahullaah”: jika seandainya datang kepada seseorang, seorang tamu kafir apakah dia memuliakan tamunya ?
beliau berkata:” Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Malam bertamu adalah kewajiban atas setiap Muslim (untuk memuliakannya), dan hadits ini sungguh jelas, dan ketika seorang musyrik dimuliakan, ini menunjukkan bahwasanya muslim dan musyrik juga dimuliakan, dan aku juga berpendapat seperti itu.
Faedah Lainnya:
Dari Ahmad ada satu riwayat, sesungguhnya seorang tamu jika dia turun disuatu kaum dan mereka tidak menjamu tamunya, maka bagi tamunya berhak untuk mengambil harta mereka sebanding dengan jamuan tamunya, walaupun mereka tidak mengetahuinya, karena hadits ‘Uqbah bin ‘Amir radliallaahu ‘anhu bahwa dia berkata; “Kami bertanya; “Wahai Rasulullaah, sesungguhnya anda mengutus kami, lalu kami singgah di suatu kaum, namun mereka tidak menjamu kami, maka Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada kami: “Jika kalian singgah di suatu kaum, lalu mereka melayani kalian sebagaimana layaknya seorang tamu, maka terimalah layanan mereka. Jika mereka tidak melayani kalian, maka kalian boleh mengambil dari mereka hak tamu yang layak bagi mereka.” diriwayatkan oleh Al-Bukhari no ( 2461 ), dan Muslim ( 1727 ). ( lihatlah Al-Mughni 13/354 )(Fathul A’laam Fi Diraasati Ahaadiitsi Buluughul Maraam Li Abi ‘Abdillaah Muhammad bin ‘Ali bin Hizaam Al-Fadhli Al-Ba’daanii 5/377-478 ).
– pendapat Imam Ahmad dan Al-Laits menjamu tamu adalah wajib sehari semalam, dikarenakan hadits Abu Syuraih secara marfu’, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:” [ barangsiapa yg beriman kepada Allaah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya, memuliakannya sehari semalam, dan menjamu tamu adalah tiga hari, adapun setelah itu, maka itu adalah shadaqah ] diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari no ( 6019 ), dan Muslim no ( 14 ) di dalam Kitab Al-Luqathah.
Dan di dalam Musnad Imam Ahmad ( 4/130 ), dan Sunan Abi Daud ( 3750 ), dari hadits Al-Miqdaam bin Ma’dii Karib radhiyallaahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Malam bertamu adalah suatu kewajiban (untuk memuliakannya), maka barangsiapa diwaktu pagi ia (tamu) berada di halaman rumahnya, maka itu adalah hutang; jika mau ia boleh menjamu dan jika tidak maka ia boleh membiarkannya.” dan Isnadnya shahiih. dan sesuatu yg lebih dari sehari semalam sampai 3 hari itu sangatlah disukai, dan sesuatu yg lebih dari itu maka itu adalah shadaqah.
Dan dari Ahmad terdapat riwayat lain tentang wajibnya menjamu tamu bagi orang desa bukan orang kota.
Adapun Jumhuur mereka berpendapat tentang istihbaabnya (Sunnah) menjamu tamu, dan mereka memberikan alasan bahwasanya ini adalah hartanya seorang muslim maka tidaklah halal baginya kecuali dengan kelapangan jiwa darinya, dan mereka membawa hadits-hadits yg telah lewat, bahwasanya hadits-hadits tersebut dibawa kepada istihbaab (Sunnah), dan juga kepada kemuliayan akhlaq. dan ini adalah pendapatnya Maalik, Asy-Syaafi’i dan Abu Haniifah.
Dan pendapatnya Jumhuur adalah pendapat yg lemah, dan yg benar adalah pendapatnya Ahmad dan Al-Laits, dan bagaimanakah dia dikatakan istihbaab (Sunnah) setelah sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:” barangsiapa yg beriman kepada Allaah dan kepada hari akhir maka muliakanlah tamunya, dan sabdanya shallallaahu ‘alaihi wa sallam:” suatu kewajiban (untuk memuliakannya), dan sabdanya shallallaahu ‘alaihi wa sallam:” maka itu adalah hutang baginya. lihatlah : Al-Mughni (13/353), Al-Majmu’(9/57).
Faedah:
Dikatakan kepada Ahmad rahimahullaah”: jika seandainya datang kepada seseorang, seorang tamu kafir apakah dia memuliakan tamunya ?
beliau berkata:” Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Malam bertamu adalah kewajiban atas setiap Muslim (untuk memuliakannya), dan hadits ini sungguh jelas, dan ketika seorang musyrik dimuliakan, ini menunjukkan bahwasanya muslim dan musyrik juga dimuliakan, dan aku juga berpendapat seperti itu.
Faedah Lainnya:
Dari Ahmad ada satu riwayat, sesungguhnya seorang tamu jika dia turun disuatu kaum dan mereka tidak menjamu tamunya, maka bagi tamunya berhak untuk mengambil harta mereka sebanding dengan jamuan tamunya, walaupun mereka tidak mengetahuinya, karena hadits ‘Uqbah bin ‘Amir radliallaahu ‘anhu bahwa dia berkata; “Kami bertanya; “Wahai Rasulullaah, sesungguhnya anda mengutus kami, lalu kami singgah di suatu kaum, namun mereka tidak menjamu kami, maka Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada kami: “Jika kalian singgah di suatu kaum, lalu mereka melayani kalian sebagaimana layaknya seorang tamu, maka terimalah layanan mereka. Jika mereka tidak melayani kalian, maka kalian boleh mengambil dari mereka hak tamu yang layak bagi mereka.” diriwayatkan oleh Al-Bukhari no ( 2461 ), dan Muslim ( 1727 ). ( lihatlah Al-Mughni 13/354 )(Fathul A’laam Fi Diraasati Ahaadiitsi Buluughul Maraam Li Abi ‘Abdillaah Muhammad bin ‘Ali bin Hizaam Al-Fadhli Al-Ba’daanii 5/377-478 ).
Komentar
Posting Komentar