Berbuat IHSAN Dalam Segala Keadaan

Lakukan yang terbaik meskipun sendirian

(Syarh Hadits ke-17 Arbain anNawawiyyah)

عَنْ أَبِي يَعْلَى شَدَّاد ابْنِ أَوْسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِنَّ اللهَ كَتَبَ اْلإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ، فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذِّبْحَةَ وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ وَلْيُرِحْ ذَبِيْحَتَهُ.[رواه مسلم]

Dari Abu Ya’la, Syaddad bin Aus radhiyallahu ‘anhu, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda: “Sesungguhnya Allah mewajibkan IHSAN (berlaku baik) pada segala hal, maka jika kamu membunuh hendaklah membunuh dengan cara yang baik dan jika kamu menyembelih maka sembelihlah dengan cara yang baik dan hendaklah menajamkan pisau dan memberi kelapangan bagi hewan yang disembelihnya”.[HR. Muslim]

Penjelasan tentang Sahabat yang Meriwayatkan Hadits

Syaddaad bin Aus adalah Sahabat Nabi yang ‘alim (berilmu) dan memiliki sifat lemah lembut. Sahabat Nabi ‘Ubadah bin as-Shomit menyatakan: “Syaddaad bin Aus adalah termasuk orang yang diberi ilmu dan kelembutan. Di antara manusia ada yang hanya diberi salah satunya (riwayat Ibnu Abi Khoytsamah dinukil dalam al-Ishobah)

Kholid bin Ma’dan berkata: Tidaklah tersisa di Syam orang yang lebih terpercaya, lebih faqih, dan lebih diridlai selain Ubadah bin as-Shomit dan Syaddaad bin Aus (Tahdziib Ibn Asaakir (6/291))

Al-Mafshol al-Ghulaaby menyatakan: Orang yang zuhud di kalangan Anshar ada 3 orang, yaitu Abud Darda’, Umair bin Sa’d, dan Syaddad bin Aus (Siyar A’laamin Nubalaa’ (2/465))

PENJELASAN UMUM MAKNA HADITS

Allah mewajibkan perbuatan Ihsan pada setiap keadaan. Sampai-sampai dalam hal harus membunuh orang (pada jihad fii sabilillah, qishash, atau hukuman syar’i yang lain), lakukanlah dengan cara ihsan (baik).

Demikian juga Allah mewajibkan perbuatan ihsan dalam penyembelihan binatang. Salah satu bentuknya adalah dengan menajamkan pisau yang akan digunakan menyembelih serta memberi kelapangan (tidak menyakiti atau menyebabkan menderita) pada hewan yang akan disembelih.

Makna Ihsan

Para Ulama’ menjelaskan bahwa ihsan diterapkan pada 2 hal:

           1. Ihsan dalam beribadah kepada Allah, yaitu:

أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ

“ Engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihatnya. Jika engkau tidak melihatnya, maka sesungguhnya Allah melihatmu (H.R al-Bukhari dan Muslim)

Ihsan kepada Allah dalam beribadah ini terbagi menjadi 2:

          a.    Maqoomul Musyaahadah : beribadah seakan-akan menyaksikan Allah.

Seorang manusia di dunia tidak akan bisa melihat Allah dalam keadaan terjaga. Ia hanya bisa menyaksikan Allah dengan mata kepalanya langsung di akhirat (surga). Namun, dengan penghambaan dan keyakinan yang tinggi ia beribadah sehingga seakan-akan menyaksikan sesuatu yang ghaib menjadi nyata. Ia merasa beribadah dengan berdiri di hadapan Allah dan melihat Allah.  Sebagian Ulama’ menyatakan: seakan-akan ia menyaksikan Allah dengan hatinya.

Pada tingkatan ini perasaan yang menonjol adalah perasaan cinta dan pengagungan terhadap Allah.

         b). Maqoomul murooqobah : beribadah dengan perasaan selalu diawasi oleh Allah.

Pada tingkatan ini perasaan yang menonjol adalah perasaan menghinakan diri dan takut kepada Allah

Tingkatan yang pertama (maqoomul musyaahadah) lebih tinggi kedudukannya dibandingkan tingkatan yang kedua (maqoomul murooqobah).

         2. Ihsan (berbuat baik) kepada makhluk.

Tidak mendzhalimi para makhluk dan jika mampu memberikan bantuan harta, makanan/minuman, tenaga, dan pikiran untuk kebaikan mereka.

 


Balasan Bagi Orang-orang yang Berbuat Ihsan

Orang yang senantiasa berbuat ihsan akan mendapat kedekatan bersama Allah, kecintaan dari Allah, pahala yang berlipat, balasan Jannah (surga) serta kenikmatan melihat Wajah Allah.

Balasan yang akan diterima oleh orang yang senantiasa berbuat Ihsan:

    Mendapatkan kedekatan bersama Allah

إِنَّ اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُمْ مُحْسِنُونَ

Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertaqwa dam orang-orang yang berbuat ihsan (kebaikan)(Q.S an-nahl:128)

       2. Mendapatkan kecintaan dari Allah

…وَأَحْسِنُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

…Dan berbuat ihsan-lah karena sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat ihsan (Q.S al-baqoroh:195)

       3. Mendapatkan Jannah (surga), pelipatgandaan amalan, dan melihat Wajah Allah

لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ…

Bagi orang yang berbuat ihsan mereka akan mendapat surga dan tambahan (melihat Wajah Allah)…(Q.S Yunus:26)

Kasih Sayang pada Semua Makhluk

Syariat Islam diturunkan dari Sang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, disampaikan oleh Nabi yang pemurah penuh kasih sayang sebagai rahmat bagi seluruh alam.

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ

Dan tidaklah Kami utus engkau kecuali sebagai rahmat (kasih sayang) bagi segenap alam semesta (Q.S al-Anbiyaa’:107)

Karena itu seluruh aturan-aturan dalam agama Islam mengandung kasih sayang, sekalipun orang yang pendek akalnya menganggap itu sebagai kekerasan.

Pada Jihad Fii Sabiilillah terdapat kasih sayang. Pihak yang diperangi hanyalah kafir harbi (kafir yang memerangi Islam), yaitu pihak yang memerangi agama kasih sayang ini. Jihad yang mulya, dilandasi dengan aturan-aturan dan persyaratan-persyaratan dari Tuhan Yang Maha Penyayang. Sungguh aksi teror pengeboman yang banyak terjadi sebelumnya, bukanlah jihad yang syar’i. Tidak sedikit kaum muslimin yang juga menjadi korban. Itu adalah kebrutalan, bukan kasih sayang.

Tidak juga seperti anggapan sebagian orang bahwa tidak ada lagi jihad dalam bentuk peperangan, yang ada adalah jihad dalam bentuk lain. Itu adalah anggapan yang salah. Syariat jihad fi sabilillah dengan peperangan akan selalu ada hingga hari kiamat dan wajib dilaksanakan oleh kaum muslimin jika telah terpenuhi syarat-syaratnya yang diatur dalam syariat Islam.

Al-Imam Ahmad bin Hanbal menyatakan :

والغزو ماض مع الإمام إلى يوم القيامة البر والفاجر لا يترك

Perang akan terus ada bersama pemimpin yang baik atau fajir hingga hari kiamat tidak (bisa) ditinggalkan (Ushulus Sunnah poin ke-16).

Demikian juga al-Imam al-Bukhari menulis bab dalam Shahih al-Bukhari berjudul:

الجهاد ماضٍ مع البر والفاجر

Jihad akan selalu ada bersama pemimpin yang baik atau fajir (Shahih al-Bukhari juz 9 halaman 452)

Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

وَلَا تَزَالُ عِصَابَةٌ مِنَ الْمُسْلِمِينَ يُقَاتِلُونَ عَلَى الْحَقِّ ظَاهِرِينَ عَلَى مَنْ نَاوَأَهُمْ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ

Akan senantiasa ada sekelompok dari umatku berperang di atas al-haq menang terhadap yang memusuhinya hingga hari kiamat (H.R Muslim)

Di dalam hukum qishash (pembalasan bunuh) juga terdapat kasih sayang. Kasih sayang untuk keluarga yang ditinggalkan agar tidak tersisa dendam karena pembunuh orang yang mereka kasihi telah dibalas dengan pembalasan yang setimpal. Betapa banyak kasus-kasus pembunuhan yang ditetapkan hukuman hanya 15 tahun penjara padahal sebenarnya pihak keluarga korban sangat mengharapkan hukuman mati sebagai balasan yang setimpal.

Qishash mengandung kasih sayang untuk pelaku pembunuhan, karena mereka akan mendapat kaffarah (penghapusan dosa) dengan sebab itu. Jika tidak diterapkan hukum Islam padanya, bisa jadi ia masih akan berhadapan dengan orang yang dibunuhnya itu menuntut haknya di hadapan Allah pada hari kiamat.

يُؤْتَى بِالْقَاتِلِ وَالْمَقْتُوْلِ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ، فَيَقُوْلُ: أَيْ رَبِّ ! سَلْ هذَا فِيمَ قَتَلَنِي ؟ فَيَقُوْلُ: أَيْ رَبِّ ! أَمَرَنِي هذَا. فَيُؤْخَذُ بِأَيْدِيْهِمَا جَمِيْعًا، فَيُقْذَفَانِ فِي النَّارِ

Didatangkan pembunuh dan yang dibunuh pada hari kiamat. (Orang yang dibunuh) berkata: Wahai Tuhanku, tanyakan kepadanya mengapa ia membunuhku? (Pembunuh) berkata: Wahai Tuhanku, aku diperintah oleh orang ini (menunjuk ke arah orang yang memerintahkannya membunuh). Kemudian kedua tangan pembunuh dan orang yang memerintah untuk membunuh itu dipegang dan dilemparkan keduanya ke neraka (H.R atThobarony, al-Haitsamy menyatakan bahwa para perawinya seluruhnya terpercaya).

Penerapan qishash juga merupakan kasih sayang terhadap seluruh umat, dengan disaksikannya proses qishash di muka umum sehingga menimbulkan efek jera bagi yang lain untuk tidak melakukan pembunuhan.

Kebaikan pada Hewan juga Berpahala

Para Sahabat bertanya kepada Nabi apakah berbuat baik kepada hewan juga akan berpahala, Nabi mengiyakan dan bersabda:

فِي كُلِّ كَبِدٍ رَطْبَةٍ أَجْرٌ

Pada setiap hati yang basah (makhluk bernyawa) terdapat pahala (H.R al-Bukhari)

Sebaliknya, pendzhaliman terhadap hewan adalah perbuatan dosa dan bisa berakibat adzab di neraka.

عُذِّبَتْ امْرَأَةٌ فِي هِرَّةٍ سَجَنَتْهَا حَتَّى مَاتَتْ فَدَخَلَتْ فِيهَا النَّارَ لَا هِيَ أَطْعَمَتْهَا وَسَقَتْهَا إِذْ هِيَ حَبَسَتْهَا وَلَا هِيَ تَرَكَتْهَا تَأْكُلُ مِنْ خَشَاشِ الْأَرْضِ

Seorang wanita diadzab dengan sebab kucing yang ia kurung hingga mati. Maka masuklah wanita itu ke dalam neraka. Ia tidak memberi makan dan minum ketika mengurungnya, tidak pula ia bebaskan kucing itu berkeliaran sehingga bisa makan serangga tanah (H.R Muslim)

Ihsan dalam Membunuh dan Menyembelih

Membunuh orang kafir dalam Jihad fii sabilillah haruslah dengan sikap ihsan. Tidak membunuh orangtua, wanita, dan anak-anak yang tidak terlibat perang. Perang tidak dilakukan kecuali telah dilakukan dakwah dan ditegakkan hujjah terlebih dahulu. Tidak boleh mencincang tubuh dan menyiksa terlebih dahulu.

Sebagian Ulama’ di antaranya al-Imam asy-Syaukaany berpendapat bahwa ihsan dalam membunuh tidak bisa tercapai kecuali dengan memenggal pada leher, bukan pada anggota tubuh yang lain. Karena yang dikenal di masa Nabi dan para Sahabatnya adalah metode demikian. Sampai-sampai jika ada seseorang yang melakukan perbuatan yang hukumannya layak dibunuh, para Sahabat berkata kepada Nabi: Biarkan saya penggal lehernya wahai Rasulullah. Pembunuhan yang dilakukan pada anggota tubuh yang lain disebut dengan al-mutslah (mencincang) dan telah jelas dalil yang menunjukkan larangannya (Nailul Authar (7/98))

Demikian juga membunuh binatang-binatang yang membahayakan tidak diperbolehkan menyiksa terlebih dahulu. Tidak boleh membunuh dengan cara membakar.

لَا يُعَذِّبُ بِالنَّارِ إِلَّا رَبُّ النَّارِ

Tidaklah mengadzab dengan api kecuali Tuhan (yang menciptakan) api (H.R Abu Dawud)

Dalam proses penyembelihan, hewan yang akan disembelih tidak boleh dibiarkan kehausan. Diberi minum terlebih dahulu. Tidak memperlihatkan penyembelihan hewan lain di hadapannya. Pisau harus tajam sehingga kematian akibat penyembelihan berlangsung cepat tanpa harus merasakan banyak penderitaan sebelumnya. Tubuh binatang tidak boleh dipotong sebelum benar-benar mati. Tidak boleh menyembelih induk betina yang anaknya masih menyusu (disarikan dari penjelasan al-Imam an-Nawawy).

Oleh Ustadz Abu Utsman Kharisman dari Blog Salafy.Or.Id

Komentar