"Bekal Bagi Para Dai Didalam Dakwah" adalah sebuah ebook terjemahan dari sebuah Kitab yang di tulis oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin Rahimahullahu, karena di dalam Laptop saya banyak sekali ebook-ebook semacam ini, bila dibaca dan di pelajari insya Allah sangat bermanfaat, tentunya harus ada bimbingan dari seorang Ustadz, agar pemahamannya tidak melenceng.
Ada beberapa catatan yang bisa saya ambil dari ebook tersebut yaitu :
Ada Orang bijak yang berkata "Seseorang yang tidak memiliki apa-apa tidak dapat memberi"
Lantas bagaimana seorang da'i bisa berdakwah di jalan Allah bila tidak memiliki ilmu dan bekal-bekal yang cukup untuk diberikan kepada umat ?
Padahal Allah dengan jelas telah melarang manusia untuk berkata-kata tanpa ilmu, apalagi berbicara ttg agama Allah tanpa ilmu. Maka sangat tidak pantas bagi orang yang tidak memiliki ilmu pergi untuk berdakwah, karena sangat besar kemungkinannya ia akan menyesatkan banyak manusia.
Allah telah membuat perjanjian dengan Ahli Ilmi, Perjanjian Allah ini bukanlah seperti perjanjian tertulis yg dapat disaksikan manusia, Namun perjanjian untuk mempelajari segala hal yg Allah berikan kepada seseorang berupa ILMU.
Apabila Allah telah memberikan ilmu, maka ini merupakan perjanjian Allah yg telah mengikat Pria/Wanita yg Ia berikan ilmu tersebut untuk menyampaikan ilmunya.
Bila tidak disampaikan maka ia melanggar kewajiban dan melanggar perjanjian dengan Allah.
Maka sudah menjadi keharusan bagi seorang Dai untuk memperbanyak bekal sebelum pergi untuk berdakwah. Firman Allah dalam Al-Baqoroh : 197
"Berbekallah, maka sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa"
Dalam kata Takwa ini terhimpun beberapa sifat yaitu (1) Ilmu, (2) Amal, (3) Mengharap pahala, (4) Takut akan siksa-Nya
Bekal pertama bagi seorang dai adalah Ilmu, yaitu ia harus berada diatas ilmu yang diambil dari Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya yg shahih lg maqbul (diterima).
Bila seseorang berdakwah tanpa ilmu maka ia berdakwah diatas kejahilan. Berdakwah diatas kejahilan itu madharatnya lebih besar dibanding manfaatnya.
Kenapa bisa demikian karena Orang yang berdakwah tanpa ilmu adalah Jahlul Murokkab [Bodoh bertingkat-tingkat] karena ia bicara tanpa ilmu yg bisa menyebabkan orang kedalam kesesatan, semakin banyak ia bicara maka semakin banyak manusia yg akan tersesat.
Beda kondisinya dg orang Jahil biasa, ia tidak akan banyak bicara, sehingga kebodohannya hanya untuk dirinya sendiri, dan tidak menyesatkan banyak orang.
Untuk menghilangkan kejahilan maka haruslah banyak-banyak menuntut ilmu dari para Ulama.
Bekal yang kedua adalah sabar. Sabar diatas dakwahnya, sabar terhadapat orang yang menentang dakwahnya dan sabar atas segala aral rintangan yang menghadangnya.
Setiap dakwah yang benar, pastilah akan menghadapi orang yang merintangi, menghalangi, membantah dan menebarkan keragu-raguan, maka dai dituntut untuk bersabar.
Bekal ketiga adalah hikmah. Dalam berdakwah harus menggunakan cara yang hikmah dan ta'anni (tenang, tidak tergesa-gesa). Seorang dai yang menyeru kepada Allah sudah menjadi keharusan menyeru dengan hikmah, dan alangkah pahitnya orang yg tidak memiliki hikmat.
Dakwah kejalan Allah itu haruslah dengan (1) Hikmah, (2) Mau'izhah hasanah [pelajara yang baik], (3) Berdebat dg cara yg lebih baik kepada orang yg tidak zhalim, (4) Berdebat dg cara yg tidak lebih baik kepada orang yang zhalim
Bukanlah termasuk hikmah apabila seorang dai tergesa-gesa dan menginginkan manusia akan berubah keadaannya menjadi orang yg beriman dan bertakwa seperti keadaan para sahabat Nabi dalam waktu sehari semalam.
Bekal yang keempat adalah Akhlak yang mulia.
Seorang dai haruslah berperangai dengan akhlak yang mulia, dimana ilmunya tampak terefleksikan dalam Aqidah, Ibadah, perilaku dan semua jalan hidupnya, sehingga ia dapat menjalankan peran sebagai seorang da'i di jalan Allah.
Wajib bagi dai mengamalkan apa yang ia dakwahkan, baik berupa Ibadah, mu'amalah, akhlak dan suluk (sifat/karakter), sehingga dakwahnya diterima dan ia tidak termasuk orang yang pertama kali dilemparkan kedalam neraka yg disebabkan mengatakan (dakwah) apa yang tidak ia kerjakan.
Bekal Kelima Menghancurkan penghalang antara dirinya dengan Mad'u [objek dahwah]
Ini disebabkan karena banyaknya para da'i, apabila mereka melihat suatu kaum melakukan kemungkaran mereka terlalu benci terhadap kemungkaran tersebut sehingga mereka tidak mau menemui kaum tersebut untuk menasehatinya.
Sehingga perkara yang seperti ini bukan suatu hikmah dan merupakan sebuah kesalahan.
Jika hal ini sampai terjadi lantas siapa yang bertanggung jawab terhadapat mereka ?
Bekal yang ke enam adalah Lapang dada terhadap perselisihan
Seorang dai harus berlapang dada terhadap orang yang menyelisinya, apalagi jika diketahui bahwa orang yg menyelisihinya memiliki niat yg baik dan ia tidaklah menyelisihinya dikarenakan ia belum pernah mendapatkan hujjah.
Jangan sampai karena perselisihan yang semisal ini berdampak pada permusuhan dan kebencian. Kecuali org yg menyelisihi adalah karena menentang, padahal sudah jelas datang kepadanya suatu kebenaran dan ia tetap bersikeras diatas kebatilannya.
Apabila demikian keadaanya, maka wajib mensikapinya dg sesuatu yg layak baginya berupa menjauhkan dan memperingatkan ummat dari dirinya.
Tentunya yg dipermasalahkan ini bukan masalah furu'iyyah tetapi masalah ushul (pokok).
Note :
Untuk mendapatkan pemahaman yang utuh silahkan dibaca sendiri ebooknya, insya Allah sangat bermanfaat.
Komentar
Posting Komentar